Selasa, 21 Januari 2014

Akankah Banjir Dibiarkan Berulang

ANCAMAN banjir semakin nyata melanda ibu kota Jakarta. Tingginya curah hujan di sekitar Jakarta menyebabkan debit air yang mengaliri 13 sungai yang melintas ibu kota ikut meningkat. Akibatnya hari Sabtu kawasan mulai dari Kelapa Gading, Jatinegara, Kalibata, dan Pejaten dilanda banjir.

Beberapa tanggul tidak mampu menahan tekanan air. Di Kampung Makassar misalnya sebagian tanggul jebol, sehingga air sungai melimpah ke jalanan. Sementara di Kampung Pulo, air sudah sejajar dengan bibir tanggul.

Aparat keamanan bertindak sigap untuk mencegah timbulnya korban. Anak-anak yang asyik bermain air diminta kepada orangtua mereka untuk dilarang berada di jalanan, karena khawatir terseret arus yang semakin deras.

Ketua Palang Merah Indonesia Jusuf Kalla turun langsung ke Kampung Pulo untuk meminta warga tidak lagi bercoba bertahan. Karena arus sungai yang semakin tinggi dan deras, Jusuf Kalla meminta masyarakat untuk mengikuti perintah petugas pindah ke tempat yang lebih aman.

Selama ini kita selalu menganggap enteng masalah banjir. Masyarakat tidak segera bergegas untuk menghindar dari banjir. Mereka masih tenang-tenang dan bahkan tertawa-tawa seakan-akan air yang menggenangi tempat tinggal mereka sesuatu yang biasa saja.

Padahal dengan air yang kotor seperti itu, lingkungan mereka tidak lagi higienis. Di sana menjadi tempat berkumpul kuman-kuman yang bisa mengganggu kesehatan mereka. Terutama anak-anak sangat rentan terhadap penyakit mata, kulit, dan pencernaan.

Sikap kita yang sering menganggap enteng banjir, menyulitkan kita untuk memperbaiki tata kota. Pemerintah Provinsi sulit untuk mengajak masyarakat memperbaiki keadaan kota, karena masyarakat yang tidak mau berubah.

Seharusnya banjir yang datang hampir setiap tahun menyadarkan kita untuk segera memperbaiki keadaan. Tidaklah mungkin kita terbeus rgulat dengan persoalan banjir ketika musim hujan tiba, karena itu hanya membuang tenaga, pikiran, dan juga dana.

Berapa besar kerugian yang harus dihadapi masyarakat ketika banjir melanda tempat tinggal mereka. Semua perabotan yang ada sebagian besar harus diganti. Rumah juga harus disanitasi agar layak dihuni lagi. Belum lagi tenaga yang terkuras ketika harus membersihkan rumah.

Sayang kita tidak pernah mau menghitung semua kerugian itu dengan benar. Akibatnya kita tidak pernah tersadarkan untuk menghindar dari banjir. Padahal begitu besar dana yang harus dikeluarkan masyarakat untuk bangkit lagi dari bencana banjir.

Kita tidak bosan-bosan untuk mengatakan bahwa tata kota harus dirombak total. Kalau kita tidak mau setiap tahun mengalami banjir, maka penggunaan ruang kota harus ditata ulang. Kita harus mengalokasikan lagi mana yang menjadi tempat hunian dan mana yang menjadi daerah hijau.

Untuk ini maka peran lembaga swadaya masyarakat menjadi penting. LSM jangan hanya bersuara tentang hak semata, tetapi bagaimana menyadarkan masyarakat untuk mau berkorban demi terciptanya lingkungan yang lebih baik.

Dengan jumlah penduduk yang hampir 10 juta, Jakarta harus tumbuh ke atas. Masyarakat tidak bisa lagi dibiarkan tinggal di rumah-rumah, tetapi harus mau pindah ke rumah-rumah susun. Dengan itulah sebagian lahan yang ada bisa dihijaukan kembali sebagai daerah resapan.

Untuk itulah memang dibutuhkan pengorbanan besar dari masyarakat. Namun itu tidak bisa dihindarkan kalau kita memang ingin mendapatkan lingkungan tempat tinggal yang lebih nyaman. Kalau kita tidak mau terus-terusan hidup dengan banjir, maka tata kota tidak bisa dibiarkan seperti sekarang.

Persoalan terberat adalah kita belum sepaham mengenai hal tersebut. LSM sering melihat penataan kota yang dilakukan pemerintah provinsi sekadar sebagai pelanggaran hak asasi manusia. Akibatnya, pemerintah dilemahkan posisi dan tidak berdaya untuk menciptakan lingkungan kota yang lebih nyaman.

Sepanjang kita tidak sepakat tentang masa depan kota yang diinginkan, maka kita akan terus dihadapkan kepada kekacauan seperti ini. Setiap tahun kita harus menerima banjir yang melanda kota, karena daya dukung lahan yang memang sudah tidak memungkinkan.

Sekarang tinggal terserah kepada kita semua. Apakah kita mau hidup dengan banjir seperti sekarang ataukah kita sama-sama sepakat untuk menata kota yang lebih baik. Kalau mau mendapatkan kehidupan yang lebih baik, maka kerja sama tiga pilar, yakni pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat madani harus kita bangun.


Sumber : 
http://www.metrotvnews.com/front/view/2014/01/18/1763/Akankah-Banjir-Dibiarkan-Berulang/tajuk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar